Rabu, 04 Mei 2011

ASAS DAN FAKTOR PENGEMBANGAN KURIKULUM


ABSTRAK

            Education is very important in life.  So many strip in education, there are formal education, informal education, and non formal education. In formal education especially, there  was need a sets of equipment called curriculum. This curriculum will be use by caretaker of education to stake out all about instruction of teaching learning process.
            In manufacture and developing of curriculum, someone must pay attention  of priciples whose offered. There are philosophical principle,  curriculum must developed with national education purpose. Psychological principle¸ curriculum envelop child psychology and psychology of study. Sociology principle,  interrelated with culture, social individu, and society. And organizational principle,  that curriculum must stake out the type of material teaching learning process, to be efective and eficient.
            Beside that, so many factor of developing of curriculum. There are: university, society, and the value of system. Its must be understood by all of learner.




Key Word : Curriculum, Philosophical,  Psychology, Sociology,  and Organizational.
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Pendidikan sangat penting dalam kehidupan. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual, kepribadian, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.[1]

Terdapat beberapa jalur pendidikan, antara lain pendidikan formal, pendidikan informal, dan pendidikan nonformal. Pendidikan formal merupakan pendidikan yang diselenggarakan di sekolah-sekolah pada umumnya, pendidikan nonformal seperti yang diselenggarakan pada Taman Pendidikan Al Quran, pendidikan anak usia dini, dan lain sebagainya. Dan pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri yang dilakukan secara sadar dan bertanggung jawab.

Dalam mennyelenggarakan pendidikan formal, sebuah lembaga pendidikan membutuhkan kurikulum. Kurikulum adalah perangkat mata pelajaran yang diberikan oleh suatu lembaga penyelenggara pendidikan yang berisi rancangan pelajaran yang akan diberikan kepada peserta pelajaran dalam satu periode jenjang pendidikan.[2]
Kurikulum, sebagai suatu rancangan dalam pendidikan memiliki posisi yang strategis, karena seluruh kegiatan pendidikan bermuara kepada kurikulum. Begitu pentingnya kurikulum sebagai sentra kegiatan pendidikan maka harus benar-benar dikembangkan. Pengembangan kurikulum dilakukan karena sifat kurikulum yang dinamis, selalu berubah, menyesuaikan diri dengan kebutuhan mereka yang belajar. Disamping itu, masyarakat dan mereka yang belajar mengalami perubahan maka langkah awal dalam perumusan kurikulum ialah penyelidikan mengenai situasi (situation analysis) yang kita hadapi, termasuk situasi lingkungan belajar dalam artian menyeluruh, situasi peserta didik, dan para calon pengajar yang diharapkan melaksanakan kegiatan.

Sekarang ini kita dapat melihat realita bahwa Indonesia sangatlah jauh tertinggal di bidang IPTEK dibandingkan dengan bangsa Eropa dan Barat. Untuk mengatasi masalah ini pemerintah menegaskan perlunya pengembangan kurikulum dalam dunia pendidikan, baik pendidikan formal maupun non formal. Dalam pengembangan kurikulum harus sesuai dengan pengertian kurikulum yakni seperangkat perencanaan dan media untuk mengantarkan lembaga pendidikan dalam mewujudkan tujuan pendidikan yang diinginkan. Sesuai perkembangan masyarakat yang berlatar belakang berbeda-beda maka dalam pengembangan kurikulum juga harus melibatkan masyarakat sehingga terbentuk kurikulum yang ideal dan sistematik sesuai kebutuhan mereka.
Kurikulum ini yang akan di jadikan pedoman dalam pembelajaran agar berjalan secara terstruktur, efektif dan efisien. Dalam membuat kurikulum, seseorang harus memperhatikan asas–asas dan pengembangan kurikulum. Asas kurikulum antara lain asas psikologis, fisiologis, sosiologis dan organisatoris. Sedangkan faktor pengembangan kurikulum antara lain perguruan tinggi, masyarakat, dan sistem nilai.

B.     Rumusan Masalah
Dalam makalah ini penulis akan membahas tentang:
1.      Apa sajakah asas- asas kurikulum itu?
2.      Apa sajakah faktor pengembangan kurikulum itu?




BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Kurikulum
Kurikulum adalah segala kegiatan dan pengalaman belajar yang direncana dan diorganisir untuk dilakukan dan dialami oleh anak didik agar dapat mencapai tujuan pendidikan yang telah di tetapkan.[3]
Kurikulum juga dapat di artikan perangkat mata pelajaran yang diberikan oleh suatu lembaga penyelenggara pendidikan yang berisi rancangan pelajaran yang akan diberikan kepada peserta pelajaran dalam satu periode jenjang pendidikan. Penyusunan perangkat mata pelajaran ini disesuaikan dengan keadaan dan kemampuan setiap jenjang pendidikan dalam penyelenggaraan pendidikan tersebut.[4]
Dalam PP No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan dijelaskan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.[5]
Kurikulum merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam pendidikan. Tanpa kurikulum, proses pendidikan tidak akan berjalan mulus. Kurikulum diperlukan sebagai salah satu komponen untuk menentukan tercapainya tujuan pendidikan. Di dalam kurikulum terangkum berbagai kegiatan dan pola pengajaran yang dapat menentukan arah proses pembelajaran. Itulah sebabnya, menelaah dan mengkaji kurikulum merupakan suatu kewajiban bagi setiap guru yang berkutat dalam dunia pendidikan.
B.     Asas – Asas Kurikulum

1.      Asas Filosofis

Sekolah bertujuan mendidik anak agar menjadi manusia yang “baik”. Faktor “baik” tidak hanya ditentukan oleh nilai-nilai, cita-cita, atau filsafat yang dianut sebuah negara, tetapi juga oleh guru, orang tua, masyarakat, bahkan dunia. Kurikulum mempunyai hubungan yang erat dengan filsafat suatu bangsa, terutama dalam menentukan manusia yang dicita-citakan sebagai tujuan yang harus dicapai melalui pendidikan formal. Kurikulum yang dikembangkan harus mampu menjamin terwujudnya tujuan pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat.[6]

Jadi, asas filosofis berkenaan dengan tujuan pendidikan yang sesuai dengan filsafat negara. Perbedaan filsafat suatu negara menimbulkan implikasi yang berbeda di dalam merumuskan tujuan pendidikan, menentukan bahan pelajaran dan tata cara mengajarkan, serta menentukan cara-cara evaluasi yang ditempuh. Apabila pemerintah bertukar, tujuan pendidikan akan berubah sama sekali. Di Indonesia, penyusunan, pengembangan, dan pelaksanaan kurikulum harus memperhatikan Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Garis-Garis Besar Haluan Negara sebagai landasan filosofis negara.

Filsafat sangat diperlukan dalam dunia pendidikan. Menurut Nasution  filsafat besar manfaatnya bagi kurikulum, yakni:[7]
a.       Filsafat pendidikan menentukan arah ke mana anak-anak harus dibimbing. Sekolah ialah suatu lembaga yang didirikan oleh masyarakat untuk mendidik anak menjadi manusia dan warga negara yang dicita-citakan oleh masyarakat itu. Jadi, filsafat menentukan tujuan pendidikan.
b.      Dengan adanya tujuan pendidikan ada gambaran yang jelas tentang hasil pendidikan yang harus dicapai, manusia yang bagaimana yang harus dibentuk.
c.       Filsafat juga menentukan cara dan proses yang harus dijalankan untuk mencapai tujuan itu.
d.      Filsafat memberikan kebulatan kepada usaha pendidikan, sehingga tidak lepas-lepas. Dengan demikian terdapat kontinuitas dalam perkembangan anak.
e.       Tujuan pendidikan memberikan petunjuk apa yang harus dinilai dan hingga mana tujuan itu telah tercapai.
f.       Tujuan pendidikan memberi motivasi dalam proses belajar-mengajar, bila jelas diketahui apa yang ingin dicapai.



2.      Asas Psikologis
a.        Ilmu Jiwa Belajar ( Psikologi Belajar)
Pendidikan disekolah diberikan dengan kepercayaan dan keyakinan bahwa anak – anak dapat di didik. Anak – anak dapat belajar, dapat menguasai sejumlah pengetahuan, dapat mengubah sikapnya, dapat menerima norma- norma, dapat mempelajari macam – macam keterampilan. Kurikulum dapat di susun dan disajikan dengan jalan yang seefektif –efektifnya agar proses keberlangsungan belajar berjalan dengan baik.[8]
Teori belajar dijadikan dasar bagi proses belajar mengajar. Dengan demikian, ada hubungan yang erat antara kurikulum dan psikologi belajar juga psikologi anak. Karena hubungan yang sangat erat itu maka psikologi menjadi salah satu dasar kurikulum.[9]

b.        Ilmu jiwa anak
Sekolah didirikan untuk anak, untuk kepentingan anak, yakni menciptakan situasi – situasi dimana anak dapat belajar untuk mengembangkan bakatnya. Selama berabad-abad, anak tidak dipandang sebagai manusia yang lain daripada orang dewasa. Hal ini tampak dari kurikulum yang mengutamakan bahan, sedangkan anak “dipaksa” menyesuaikan diri dengan bahan tersebut dengan segala kesulitannya. Padahal anak mempunyai kebutuhan sendiri sesuai dengan perkembangannya. Pada permulaan abad ke -20, anak kian mendapat perhatian menjadi salah satu asas dalam pengembangan kurikulum. Kemudian muncullah aliran progresif, yakni kurikulum yang semata-mata didasarkan atas minat dan perkembangan anak (child centered curiculum). Kurikulum ini dapat diapandang sebagai reaksi terhadap kurikulum yang diperlukan orang dewasa tanpa menghiraukan kebutuhan anak. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dlam pengembangan kurikulum adalah:[10]
1)   Anak bukan miniatur orang dewasa.
2)   Fungsi sekolah di antaranya mengembangkan pribadi anak seutuhnya.
3)   Faktor anak harus diperhatikan dalam pengembangan kurikulum.
4)   Anak harus menjadi pusat pendidikan/sebagai subjek belajar dan bukan objek belajar.
5)   Tiap anak unik, mempunyai ciri-ciri tersendiri, lain dari yang lain. Kurikulum hendaknya mempertimbangkan keunikan anak agar ia sedapat mungkin berkembang sesuai dengan bakatnya.
6)   Walaupun tiap anak berbeda dari yang lain, banyak pula persamaan di antara mereka. Maka sebagian dari kurikulum dapat sama bagi semua.
3.      Asas Sosiologis
Asas ini berkaitan dengan penyampaian kebudayaan, Proses sosialisasi individu dan rekontruksi masyarakat. Dalam membina kurikulum, kita sering kali menemui kesulitan tentang bentuk-bentuk kebudayaan mana yang patut disampaikan serta kearah mana proses sosialisai tersebut ingin dikontruksi sesuai dengan tuntutan masyrakat. Masyarakat mempunyai norma-norma, ada kebiasaan yang mau tidak mau harus dikenal dan diwujudkan anak-anak dalam kelakuannya. Disini juga harus dijaga keseimbangan antara kepentingan  anak sebagai individu dengan kepentingan anak sebagai anggota masyarakat, dan ini dapat dicapai apabila dicegah kurikulum yang semata mata bersifat suciety-centered. Landasan sosial budaya ternyata bukan hanya semata-mata digunakan dalam mengembangkan kurikulum pada tingkat nasional, melainkan juga bagi guru dalam pembinaan kurikulum tingkat sekolah atau bahkan tingkat pengajaran.[11]

4.      Asas Organisatoris
Asas ini mengenai bentuk penyajian bahan pelajaran, yakni organisasi kurikulum. Ilmu jiwa asosiasi yang menganggap bahwa keseluruhan jumlah sebagian kurikulum merupakan mata pelajaran yang terpisah – pisah, yang mempunyai keuntungan dan juga kelemahan. Menurut Gestalt, prinsip keseluruhan mempengaruhi organisasi kurikulum yang telah di susun secara unit, tidak diadakan batasan antar mata pelajaran.[12]
Dilihat dari organisasinya, ada tiga kemungkinan tipe bentuk kurikulum:[13]
a.       Kurikulum yang berisi sejumlah mata pelajaran yang terpisah-pisah, (separatet subjec curriculum).
b.      Kurikulum yang berisi sejumlah mata pelajaran yang sejenis dihubung-hubungkan (correlated curiculum).
c.       Kurikulum yang terdiri dari peleburan semua / hampir semua maka pelajaran (integrated curriculum).
Pada seperated subjeck curriculum, bahan dikelompokkan pada mata pelajaran yang sempit, sehingga banyak jenismata pelajaran dan menjadi sempit ruang lingkupnya.sedangkan correlated curriculum mata pelajaran itu di hubungkan antara satu dengan yang lainya, sehingga tidak berdiri sendiri – sendiri pada separated subject curriculum dan ini dibuat sebagai reaksi terhadap kurikulum yang di anggap kurang sempurna. Pada integrated curriculum, kurikulum dipadukan secara menyeluruh dan dalam kesatuan, dan diharapkan dapat membentuk manusia yang utuh.


C.    Faktor Pengembangan Kurikulum
Pengembangan kurikulum adalah istilah yang komprehensif, didalamnya mencakup: perencanaan, penerapan dan evaluasi. Kurikulum disusun untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional dengam memperhatikan tahap perkembangan peserta didik dan kesesuaiannya dengan lingkungan. Sesuai dengan jenjang dan jenis masing – masing satuan pendidikan. Perlu ditambahkan bahwa pendidikan nasional juga berakar pada kebudayaan nasional, dan pendidikan nasional berdasarkan pancasila dan Undang – Undang Dasar 1945. Berdasarkan ketentuan dan konsep tersebut, pengembangan kurikulum agar berlandaskan faktor – faktor sebagai berikut [14]:
1.    Tujuan filsafat dan pendidikan nasional yang dijadikan sebagai dasar untuk merumuskan tujuan institusional yang pada gilirannya menjadi landasan dlama merumuskan tujuan kurikulum suatu satuan pendidikan.
2.    Sosial budaya dan agama yang berlaku dalam masyarakat kita.
3.    Perkembangan peserta didik, yang menunjukkan pada karakteristik perkembangan peserta didik.
4.    Keadaan lingkungan, yang dalam arti luas meliputi lingkungan manusiawi (interpersonal), lingkungan kebudayaan termasuk iptek (kultural), lingkungan hidup (bioekologi) serta lingkungan alam (geo ekologis).
5.    Kebutuhan pembangunan, yang mencakup kebutuhan pembangunan dibudang ekonomi, kesejahteraan rakyat, hukum, hankam, dan sebagainya.
6.    Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sesuai dengan sistem nilai  dan kemanusiawian serta budaya bangsa.
Menurut Prof. Dr. Nana Syaodih Sukmadinata, dalam bukunya yang berjudul Pengembangan Kurikulum teori dan praktek menyebutkan bahwa faktor – faktor yang mempengaruh pengembangan kurikulum antara lain yaitu:[15]

1.      Perguruan Tinggi
Kurikulum minimal mendapat dua pengaruh dari Perguruan Tinggi. Pertama, dari pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dikembangkan di perguruan tinggi umum. Kedua, dari pengembangan ilmu pendidikan dan keguruan serta penyiapan guru-guru diperguruan tinggi keguruan (Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan). Pengetahuan dan teknologi banyak memberikan sumbangan bagi isi kurikulum serta proses pembelajaran. Jenis pengetahuan yang dikembangkan di Perguruan Tinggi akan mempengaruhi isi pelajaran yang akan dikembangkan dalam kurikulum. Perkembangan teknologi selain menjadi isi kurikulum juga mendukung pengembangan alat bantu dan media pendidikan.
Kurikulum Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (IKIP, FKIP, STKIP) juga mempengaruhi pengembangan kurikulum, terutama melalui penguasaan ilmu dan kemampuan keguruan dari guru – guru yang dihasilkannya. Penguasaan ilmu, baik ilmu pendidikan maupun bidang studi serta kemampuan mengajar dari gur – guru akan sangat mempengaruhi pengembnganan dan implementasi kurikulum disekolah.
2.      Masyarakat
Sekolah merupakan bagian dari masyarakat dan mempersiapkan anak untuk kehidupan di masyarakat. Sebagai bagian dan agen dari masyarakat, sekolah sangat dipengaruhi oleh lingkungan masyarakat dimana sekolah tersebut berada. Isi kurikulum hendaknya mencerminkan kondisi dan dapat memenuhi tuntutan dan kebutuhan masyarakat disekitarnya. Masyarakat yang ada di sekitar sekolah mungkin masyarakat homogen ata heterogen, masyarakat kota atau desa, petani, pedagang, atau pegawai dan sebagainya. Sekolah harus melayani aspirasi-aspirasi yang ada di masyarakat. Salah satu kekuatan yang ada dalam masyarakat adalah dunia usaha. Perkembangan dunia usaha yang ada di masyarakat mempengaruhi pengembangan kurikulum sebab sekolah bukan hanya mempersiapkan anak untuk hidup, tetapi juga untuk bekerja dan berusaha. Jenis pekerjaan dan perusahaan yang ada di masyarakat menuntut persiapannya di sekolah.
3.      Sistem Nilai
Dalam kehidupan masyarakat terdapat sistem nilai, baik nilai moral, keagamaa, sosial budaya maupun nilai politis. Sekolah sebagai lembaga masyarakat juga bertanggung jawab dalam pemeliharaan dan penerusan nilai – nilai. Sistem nilai yang akan di pelihara dan di teruskan tersebut harus terintegrasikan dalam kurikulum. Ada beberapa hal yang perlu di perhatikan guru dalam mengajarkan nilai:
a)        Guru hendaknya mengetahui dan memperhatikan semua nilai yang ada dalam masyarakat.
b)        Guru hendaknya berpegang pada prinsip demokrasi, etis, dan moral.
c)        Guru berusaha menjadikan dirinya sebagai teladan yang patut di tiru.
d)       Guru menghargai nilai- nilai kelompok nilai.
e)        Memahami dan menerima keragaman kebudayaan sendiri.



MENGAPA PERLU MEMBENTUK JARINGAN KURIKULUM[16]
Perubahan paradigma penyelenggaraan pendidikan dari sentralisasi ke desentralisasi dan otonomi pendidikan mendorong terjadinya perubahan dan pembaruan pada beberapa aspek pendidikan, termasuk aspek kurikulum. Dalam kaitan ini, kurikulum sekolah pun menjadi perhatian dan pemikiran-pemikiran baru, sehingga mengalami perubahan-perubahan kebijakan. Dan, salah satu perubahan dalam bidang pendidikan yang sangat strategis ialah berkaitan dengan pengembangan kurikulum. Dalam hal ini, daerah memiliki kewenangan dalam mengembangkan atau menyusun kurikulum yang efektif sesuai dengan keadaan dan kebutuhan daerahnya dengan berlandaskan pada Standar Nasional Pendidikan. Hal ini dapat memberi harapan yang lebih nyata untuk meningkatkan mutu pendidikan demi terwujudnya sumber daya manusia berkualitas yang memiliki daya saing tinggi di tengah-tengah persaingan global yang semakin tajam. Kewenangan daerah dalam menyusun ataupun mengembangkan kurikulum tersebut memerlukan kesiapan sumber daya manusia yang profesional dalam implementasinya.
Untuk melaksanakan hal itu, peran daerah mempunyai posisi yang cukup penting. Daerah bukan saja dapat berperan dalam pengembangan kurikulum, yang selama ini tidak pernah dilakukan, tetapi juga dapat membantu satuan pendidikan agar berpartisipasi sebaik-baiknya dalam kegiatan pengembangan. Oleh karena itu, pengembangan kurikulum oleh daerah menuntut kesiapan pemerintah daerah melalui Dinas Pendidikan Provinsi/Kabupaten/Kota dalam mengembangkan kurikulum secara profesional di wilayah masing-masing. Kesiapan bagi pengembang kurikulum merupakan salah satu penentu peningkatan kualitas atau mutu pendidikan di daerah terkait. Hal ini erat kaitannya dengan pertimbangan filosofis dan psikologis yang sering muncul dalam pengembangan kurikulum, di antaranya ialah: apakah hakikat dan makna kurikulum, apa saja yang seharusnya dimasukkan ke dalam kurikulum, apa saja perbedaan antara masalah-masalah dalam kurikulum dengan kenyataan hidup, kriteria apa yang dibutuhkan dalam pengorganisasian perencanaan kurikulum, dan bagaimana pengalaman belajar dapat dipilih dan dipilah yang mungkin berguna dalam pencapaian pengalaman tersebut.
Selain harus memperhatikan pertimbangan filosofis dan psikologis, para pengembang kurikulum di daerah juga haruslah memperhatikan pendekatan yang akan digunakan dalam pengembangan kurikulum. Paling tidak ada empat macam pendekatan yang perlu diperhatikan, yaitu: pendekatan akademis, pendekatan individu, pendekatan teknis, dan pendekatan sosial. Pendekatan akademis menitik beratkan pada tujuan mata pelajaran sesuai dengan konsep dasar dan batasan disiplin ilmu dari mata pelajaran tersebut. Pendekatan teknis sangat memperhatikan bagaimana substansi mata pelajaran itu dirinci dan diatur secara sistematis. Pendekatan individu memperhatikan bagaimana peserta didik dapat diarahkan pada pengembangan kemampuan berpikir dan keterampilan, dan pengembangan nilai-nilai pribadi. Sedangkan pendekatan sosial menghendaki agar pengembangan kurikulum dapat menghasilkan peserta didik memiliki berbagai kemampuan yang dibutuhkan oleh masyarakat.
Dari sisi lain, pengembang kurikulum di daerah selalu dituntut mempunyai keterampilan konseptual, yaitu kecakapan untuk memformulasikan pikiran, memahami teori-teori, melakukan aplikasi, menganalisis kecenderungan berdasarkan kemampuan teoritis dan yang dibutuhkan masyarakat masa depan, dan keterampilan bekerja sama dengan lembaga lain. Sebab pengertian kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Kurikulum sebagai rencana tidak hanya terdiri atas mata pelajaran (course of study), atau uraian isi mata pelajaran (course content) atau persiapan mengajar (teaching preparation) dalam bentuk silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran, tetapi mencakup semua dokumen tertulis yang berkaitan dengan landasan dan azas-azas pengembangan kurikulum, struktur dan sebaran mata pelajaran, serta pedoman-pedoman pelaksanaannya. Sedangkan kurikulum sebagai pengaturan, hal ini menyangkut implementasi dan pengendaliannya.
Pusat Kurikulum sebagai salah satu pusat yang berada di bawah Badan Litbang Depdiknas merupakan institusi yang bertanggungjawab dalam pengembangan kurikulum sejak tahun 1987-an telah menjajaki berbagai kemungkinan untuk membentuk suatu mekanisme nasional dalam pengembangan kurikulum melalui suatu jaringan kurikulum. Dengan adanya jaringan kurikulum diharapkan (kala itu) arus informasi berkait dengan permasalahan kurikulum dapat terakomodasi. Di samping terjalinnya kerja sama antara pusat dan daerah, serta antardaerah dalam pengembangan kurikulum. Program pengembangan jaringan kurikulum hingga saat ini masih terus dilakukan oleh Pusat Kurikulum. Lebih-lebih dalam menyikapi perubahan pengembangan kurikulum antara pusat dan daerah yang akhir-akhir ini digulirkan pemerintah lengkap dengan payung peraturan perundang-undangannya, maka dipandang perlu adanya wadah bagi para pengembang yang secara sistemik diwujudkan dalam bentuk kelembagaan jaringan kurikulum yang secara periodik dilakukan pembinaan secara teratur.
Jaringan kurikulum merupakan suatu sistem kerja sama antara pusat dengan daerah, antardaerah, dan antar unsur di daerah dalam mengembangkan kurikulum yang sesuai dengan karakteristik, kebutuhan, dan perkembangan daerah. Tim jaringan kurikulum merupakan suatu organisasi nonstruktural terdiri atas unsur dinas pendidikan, perguruan tinggi, LPMP, dan masyarakat yang berfungsi membantu Dinas Pendidikan Provinsi dan atau Kabupaten/Kota dalam pengembangan kurikulum.
Dalam International Bureau of Education, UNESCO: 2005 dinyatakan bahwa: Curriculum Development Network is a means of enhancing local and national capacity for curriculum development, the promotion of dialogue among curriculum policy-makers, specialists and researchers, the sharing of experiences, and the testing and development of comparative case study-based training resources in the management of curriculum chang. Dari pernyataan ini ditegaskan bahwa yang dimaksud jaringan pengembangan kurikulum adalah suatu alat atau wahana peningkatan kemampuan daerah dan nasional untuk pengembangan kurikulum. Di samping pula sebagai wadah membangun kesadaran dan membahas isu dan inovasi mutakhir dalam bidang kurikulum, pembelajaran, dan pengembangan profesional bagi orang-orang daerah.
Pembentukan jaringan kurikulum di setiap daerah merupakan salah satu alternatif yang dapat dipilih untuk mengatasi keberagaman kemampuan dan meningkatkan akselerasi penyusunan kurikulum di daerah. Adanya jaringan kurikulum di setiap daerah diharapkan mampu membantu Pusat Kurikulum dan khususnya pihak dinas pendidikan setempat serta sekolah/madrasah dalam rangka pengembangan kurikulum (baca: Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan/KTSP).
Pembentukan jaringan kurikulum di daerah dilatar belakangi oleh beberapa hal, antara lain yaitu: (1) pengembangan kurikulum harus merupakan suatu siklus kontinuitas dan kompleksitas sebagai suatu proses, (2) pengembangan kurikulum harus merupakan sebagai bagian integral dan berkelanjutan dalam kebijakan perencanaan dan pengembangan sistem pendidikan, dan (3) pengembangan kurikulum sebagai fungsi berkelanjutan memerlukan mekanisme permanen secara nasional maupun regional untuk menghadapi berbagai persoalan yang timbul. Di samping itu, dengan mengkaji perkembangan kurikulum pada hakikatnya akan menyadarkan kita bahwa pengembangan kurikulum dalam suatu sistem pendidikan yang mapan dan baik tidak akan pernah mengenal berhenti. Pengembangan kurikulum akan selalu terjadi, baik dalam kurun waktu tertentu dan teratur maupun kapan saja apabila hal tersebut diperlukan. Kurikulum harus mampu menjawab perubahan tatanan masyarakat, perubahan struktur disiplin keilmuan, dan perubahan pengetahuan tentang tingkah laku peserta didik yang mungkin terjadi setiap saat.
Dengan dibentuknya pengembang kurikulum di daerah, harapannya ialah agar: (1) menumbuhkembangkan kesadaran daerah tentang pentingnya pengembangan kurikulum secara mandiri dan fungsi pendampingan pada satuan pendidikan, (2) terbentuk kesamaan persepsi tentang penyusunan, implementasi, pemantauan, evaluasi, dan penyempurnaan kurikulum oleh pengelola, pengembang dan pelaksana kurikulum, (3) dikuasainya kemampuan pengembangan kurikulum oleh pengelola, pengembang dan pelaksana kurikulum, (4) terjadi proses peningkatan kemampuan daerah dalam pengembangan kurikulum dengan menekankan potensi dan kekuatan yang ada di daerah, dan (5) tersusunnya kurikulum tingkat satuan pendidikan yang sesuai dengan karakteristik, kebutuhan, dan perkembangan daerah.
Secara keseluruhan organisasi jaringan kurikulum berkedudukan di tingkat pusat, provinsi, dan kabupaten/kota. Di tingkat pusat dikordinasikan oleh Pusat Kurikulum Balitbang Depdiknas yang dinamakan Tim Jaringan Kurikulum Pusat. Di tingkat provinsi dikoordinasikan oleh Dinas Pendidikan Provinsi yang dinamakan Tim Jaringan Kurikulum Provinsi. Di tingkat Kabupaten/Kota dikoordinasikan oleh Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota yang dinamakan Tim Jaringan Kurikulum Kabupaten atau Tim Jaringan Kurikulum Kota. Sedangkan personal yang terlibat di dalamnya dinamakan Tim Pengembang Kurikulum (TPK).
Jaringan Kurikulum Provinsi dan Kabupaten/Kota dalam melaksanakan tugasnya dapat bekerja sama dengan Jaringan Kurikulum Pusat, Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP), Pusat Pengembangan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (P4TK), Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Depdiknas, Jaringan Penelitian dan Pengembangan (Jarlitbang), Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah (Balitbangda), Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda), Kantor Wilayah Departemen Agama, Kantor Wilayah Perwakilan Departemen Agama, perguruan tinggi, Dewan Pendidikan, organisasi profesi, LSM, komite sekolah, Musyawarah Kerja Kepala Sekolah/ Madrasah (MKKS/M, Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP), dan Kelompok Kerja Guru (KKG).
TPK sebagai pengembang kurikulum di daerah keberadaannya cukup strategis. Ketenagaan TPK merupakan komponen penting sebagai ujung tombak keberhasilan pengembangan kurikulum di daerah. Oleh karena itu, dipandang penting bimbingan teknis dan pendampingan kepada perencana kurikulum di daerah yang merupakan kebutuhan dasar dalam mengembangkan kurikulum. Hal ini dilakukan agar keberadaan TPK dapat terpenuhi baik secara kuantitatif, kualitatif dan status ketenagaan (kualifikasi pendidikan) sehingga proses pengembangan menjadi lebih bermutu. Di samping itu, daerah juga diharapkan mampu memberdayakan potensi satuan pendidikan dengan cara memfasilitasi kegiatan sosialisasi pengembangan kurikulum kepada para guru. Guru-guru hendaknya dilibatkan dalam pengembangan kurikulum.
Di samping tugas utamanya adalah mensosialisasikan (mediator) berbagai kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan khususnya kurikulum, di sisi lain TPK juga berperan memberikan bantuan teknis (fasilitator) kepada satuan pendidikan mengenai penyusunan, implementasi, pemantauan, evaluasi, dan penyempurnaan kurikulum. Pada aktivitas yang lain, TPK dituntut pula mampu mengkaji kebijakan kurikulum, dan mengembangkan (inovator) model-model kurikulum serta pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik, kebutuhan dan perkembangan daerah atau sekolah. Oleh karena itu, mari kita bergandengan dalam mengembangkan kurikulum.



PENDAMPINGAN PENGEMBANGAN KURIKULUM[17]

Pada tahun 2006 telah diberlakukan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor: 22 tentang Standar Isi (SI), Nomor: 23 tentang Standar Kompetensi Lulusan (SKL), dan Nomor: 24 tentang Pelaksanaan SI dan SKL untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Mengacu pada SI dan SKL ini, sekolah-sekolah yang mampu (memiliki sumber daya pendidikan memadai), diharapkan pada tahun pelajaran 2006/2007 telah mengembangkan dan menerapkan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) untuk sekolahnya masing-masing. Sedangkan bagi sekolah yang kurang mampu, diharapkan paling lambat pada tahun 2009/2010 telah mengembangkan KTSP untuk sekolahnya. Gubernur dapat mengatur pelaksanaan KTSP di wilayahnya untuk satuan pendidikan SMA, SMK, dan pendidikan khusus; sedangkan Walikota/Bupati dapat mengatur pelaksanaan KTSP di daerahnya untuk satuan pendidikan SD dan SMP. Dalam pelaksanaannya, belum semua sekolah mampu mengembangkan KTSP; bahkan banyak kalangan meragukan keberhasilan pengembangan KTSP.

Pengembangan Kurikulum
KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan. Dengan KTSP, bangsa Indonesia telah memasuki babak baru dalam pengembangan kurikulum. Kurikulum-kurikulum sebelumnya, yang mengembangkan adalah Pemerintah, dalam hal ini Pusat Kurikulum Balitbang Depdiknas (dulu Pusat Pengembangan Kurikulum dan Sarana Pendidikan Balitbang Depdikbud) bekerja sama dengan unit-unit terkait, sedangkan guru tinggal mengimplementasikannya. Hal ini relevan dengan pengelolaan pemerintahan pada waktu itu, yakni sentralistik.
Memasuki era reformasi, pengelolaan pemerintahan telah berubah menjadi desentralisasi, berupa otonomi daerah dan otonomi sekolah; sehingga, pengembangan kurikulum oleh Pemerintah tidak relevan lagi. Selain itu, pengembangan kurikulum oleh Pemerintah memiliki kelemahan, karena kemampuan peserta didik seolah-olah disamaratakan dari Sabang sampai Merauke. Padahal kenyataannya kemampuan peserta didik antara daerah satu dengan daerah lainnya, antara sekolah satu dengan sekolah lainnya, berbeda satu sama lain; dan yang paling memahami kemampuan peserta didik adalah para guru yan bersangkutan. Oleh karena itu, yang paling ideal mengembangkan KTSP adalah para guru yang bersangkutan.
Namun demikian, banyak kalangan yang pesimis terhadap keberhasilan pengembangan KTSP ini, terutama justru kalangan dari lembaga pendidik tenaga kependidikan (LPTK). Alasan yang dikemukakan antara lain karena guru ketika masih menempuh pendidikan di LPTK (IKIP atau FKIP) belum diberi bekal tentang bagaimana mengembangkan kurikulum. Bekal yang diberikan adalah bagaimana mengimplementasikan kurikulum yang sudah ada, yang disusun oleh Pemerintah.
Berkenaan dengan hal itu, maka dalam Permendiknas Nomor 24 tentang Pelaksanaan SI dan SKL dijelaskan bahwa guru dapat mengembangkan sendiri KTSP mengacu pada SI dan SKL; dapat pula (dalam masa transisi) mengadaptasi, bahkan mengadopsi model-model kurikulum yang disusun oleh Pusat Kurikulum.
Pelaksanaannya, pada tahun pertama, boleh saja guru/sekolah mengadopsi; tetapi pada tahun ke dua diharapkan mampu mengadaptasi; dan selanjutnya, pada tahun ke tiga bersama komite sekolah (diharapkan terdiri atas tokoh-tokoh masyarakat setempat) sudah mengembangkan sendiri KTSP sesuai dengan: (1) visi, misi, dan tujuan sekolah, (2) potensi/karakteristik daerah, (3) sosial budaya masyarakat setempat, serta (4) kemampuan awal dan karakteristik peserta didik.

Pendampingan Pengembangan KTSP
Agar setiap sekolah mampu mengem-bangkan KTSP, dan dalam rangka menindaklanjuti Surat Edaran Mendiknas Nomor 33/SE/MPN/2007 tentang perlunya pembentukan tim sosialisasi KTSP di tingkat provinsi dan kabupaten/kota, pada tahun 2007 Pusat Kurikulum telah memprakarsai pembentukan Tim Pengembang Kurikulum (TPK) di 33 provinsi dan 66 kabupaten/kota, serta memberikan bantuan profesional kepada para widyaiswara dari Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) serta Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (P4TK) di seluruh Indonesia.
Selanjutnya, pada tahun 2008, pemben-tukan TPK semula direncanakan akan dilanjutkan di 441 kabupaten/kota, tetapi karena adanya pengurangan anggaran akhirnya hanya akan dilakukan pada 293 kabupaten/kota. Selain itu, pada tahun 2008 juga dilakukan pendampingan pengembangan KTSP di 192 kabupaten/kota. Pelaksana pendampingan adalah TPK kabupaten/kota dengan nara sumber dari Pusat Kurikulum. Pada tahun 2008, pelaksanaan pendampingan di masing-masing kabupaten/kota melibatkan 50 orang TPK kabupaten/kota sebagai fasilitator pendampingan, 100 orang guru dan kepala SD, SMP, SMA, SMK, PLB, dan PAUD sebagai peserta, serta 3 orang Pusat Kurikulum sebagai nara sumber.
Hasil yang diharapkan, TPK provinsi dapat melakukan koordinasi dan supervisi terhadap pelaksanaan tugas TPK kabupaten/kota serta melakukan pendampingan pengembangan kurikulum di beberapa sekolah terpilih; TPK kabupaten/kota mampu melakukan pendampingan pengembangan kurikulum ke semua sekolah di daerahnya; sedangkan LPMP dan P4TK mampu melakukan pendampingan pengembangan kurikulum melalui kelompok kerja pengawas sekolah (KKPS), kelompok kerja guru (KKG), musyawarah guru mata pelajaran (MGMP), kelompok kerja kepala sekolah (KKKS), gugus sekolah (GS), maupun ke beberapa sekolah terpilih. Secara diagramatis, strategi pelaksanaan bantuan profesional (bimbingan teknis dan pendampingan) seperti di bawah ini.
Dengan berbagai upaya tersebut, dan didukung pendanaan yang memadai, baik oleh Pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota, serta masyarakat luas, mudah-mudahan berbagai kalangan yang semula pesimis terhadap keberhasilan pengembangan KTSP akan berubah menjadi optimis dan ikut mendukungnya, bahkan ber-empati terhadapnya.

Catatan akhir, sekadar penutup
LPTK hendaknya mengikuti kebutuhan lapangan, yakni tidak hanya sekedar memberikan bekal kepada calon guru tentang pelaksanaan kurikulum tetapi harus lebih komprehensif, yaitu memberikan bekal tentang pengembangan kurikulum, yang meliputi perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, dan evaluasi kurikulum.
Bagi calon guru dari progam S1 kependidikan, bahan ajar pengembangan kurikulum diberikan ketika menempuh program S1 dan diperdalam pada saat mengikuti pendidikan profesi calon guru. Sedangkan bagi calon guru dari program S1 non-kependidikan, bahan ajar pengembangan kurikulum diberikan secara mendalam pada saat mengikuti pendidikan profesi calon guru, setelah lulus S1.





BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Dari uraian di atas, ditarik beberapa simpulan, yaitu:
1.       Kurikulum selalu mengalami perubahan sesuai dengan perkembangan zaman.
2.      Di dalam mengembangkan kurikulum, perlu diperhatikan asas-asas kurikulum, yang meliputi asas filosofis, asas psikologis, asas sosiologis, dan asas organisatoris.
3.      Asas filosofis berkenaan dengan tujuan pendidikan yang sesuai dengan filsafat atau cita-cita yang dianut negara.
4.      Asas psikologis menyangkut psikologi anak dan psikologi belajar.
5.      Asas sosiologis menyangkut kegiatan dalam kehidupan bermasyarakat.
6.      Asas organisatoris melingkupi bagaimana bahan ajar yang akan disajikan dalam proses pembelajaran.
7.      Faktor pengembangan kurikulum antara lain perguruan tinggi, masyarakat, dan sistem nilai.

B.     Kritik dan Saran
Kurikulum merupakan hal yang urgen dalam pendidikan. Sebagai calon pendidik, sudah menjadi kewajiban kita untuk mengetahui bagaimana kurikulum yang baik dan sesuai dengan keadaan di lingkungan belajar.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk perbaikan makalah ini.



DAFTAR PUSTAKA

·           Hamalik, Oemar. 1995. Kurikulum Dan Pembelajaran.  Jakarta: Bumi Aksara.
·            Mulyasa, E. 2008. Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Kemandirian Guru dan Kepala Sekolah. Jakarta: Bumi Aksara.
·           Nasution, S. 2008. Asas - Asas Kurikulum. Jakarta: Bumi Aksara.
·           Nasution, S. 1995.  Asas – Asas Kurikulum. Jakarta : Bumi Aksara.
·           Zein, Muhammad. 1991.  Asas dan Pengembangan Kurikulum. Yogyakarta: Sumbangsih Offset.
·           Syaodih Sukmadinata, Nana.2010.  PengembanganKurikulum Teori Dan Praktek. Bandung: PT. Remaja Rosydakarya.
·           http://id.wikipedia.org/wiki/Kurikulum ( Dikutip Tanggal 24 Maret 2011)
·           http://tonipurwakarta.blogspot.com/2009/01/azas-azas-kurikulum.html (Dikutip Tanggal 24 Maret 2011)
·           http://ancharyu.wordpress.com/2010/02/25/asas-pengembangan-kurikulum/ (Dikutip Tanggal 24 Maret 2011).
·           http://id.wikipedia.org/wiki/Pendidikan (Dikutip Tanggal 6 April 2011)


[1] http://id.wikipedia.org/wiki/Pendidikan
[2] http://id.wikipedia.org/wiki/Kurikulum
[3] Muhammad Zein. Asas dan Pengembangan Kurikulum. ( Yogyakarta: Sumbangsih Offset. 1991). Hlm. 3- 4.
[4] http://id.wikipedia.org/wiki/Kurikulum
[5] Mulyasa, E. Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Kemandirian Guru dan Kepala Sekolah. (Jakarta: Bumi Aksara. 2008.) Hlm. 2
[6] http://tonipurwakarta.blogspot.com/2009/01/azas-azas-kurikulum.html
[7] Nasution, S . Asas-asas Kurikulum.( Jakarta: Bumi Aksara. 2008). Hlm. 28

[8] Muhammad Zein. Asas dan Pengembangan Kurikulum. ( Yogyakarta: Sumbangsih Offset. 1991). Hlm. 22.
[9] S. Nasution. Asas – Asas Kurikulum. ( Jakarta : Bumi Aksara. 1995). Hlm 13
[10] Ibid, Hlm 12
[11] http://ancharyu.wordpress.com/2010/02/25/asas-pengembangan-kurikulum/
[12] Muhammad Zein. Asas dan Pengembangan Kurikulum. ( Yogyakarta: Sumbangsih Offset. 1991). Hlm 23- 24
[13] http://ancharyu.wordpress.com/2010/02/25/asas-pengembangan-kurikulum/
[14] Oemar Hamalik. Kurikulum Dan Pembelajaran.  (Jakarta: Bumi Aksara. 1995). Hlm 18 - 19
[15] Prof. DR. Nana syaodih Sukmadinata. PengembanganKurikulum Teori Dan Praktek. (Bandung: TP. Remaja Rosydakarya. 2010). Hlm. 158-159.
[16] http://www.puskur.net/index.php?option=com_content&view=article&id=1:wawasan-3&catid=37:wawasan&Itemid=65

Tidak ada komentar:

Posting Komentar